Rabu, 16 November 2011

Berbagi dengan Semut-Semut Hitam


“Jika kamu tak tahu lagi kemana dan kepada siapa harus berbagi, berbagi saja dengan semut-semut hitam itu, mereka selalu ada di setiap sudut kamarmu.”

Rasanya sangat tidak nyaman sekali, seperti duduk di atas kerikil-kerikil tajam. Monoton dengan segala ketidaknyamanannya. Hidup ini penuh perbedaan namun bukan untuk diperdebatkan, begitulah teorinya. Ajang idealisme, katanya. Idealisme kok malah merugikan orang lain, egoisme itu namanya.
Masih tengah malam, masih dengan segelas kopinya yang hampir habis, masih dengan sebatang rokoknya. Ya, masih tetap sabar menunggu inspirasinya datang. Sambil menuangkan beberapa sendok gula ke dalam kopi manisnya yang hampir dipenuhi oleh semut-semut hitam itu, “biar saja mereka turut menikmati kopi ini, setidaknya merekalah satu-satunya makhluk di tempat ini yang paling setia dan berani mengambil resiko, jujur apa adanya dan tanpa basa-basi. Saya suka mereka.” Gadis itu kembali menyeruput kopinya sambil membuka album lama, memandangi sosok-sosok hebat di masa lalu. Rasanya seperti ya seperti ingin kembali ke rumah saja. 

Selasa, 01 November 2011

proses menemukan


Tenang saja, kita masih berada di bawah langit yang sama meski tak berpijak di tanah yang sama. Saat kau berdiri memandang matahari terbenam di pantai itu, maka aku juga sedang memandang matahari yang sama di tempat ini. Tenang saja, kita masih memandang hal yang sama meski belum bisa melakukannya bersama-sama.

Tak usah dibuat susah. Ini hanya sebuah proses untuk menemukan. Kau yang menurutku telah kutemukan belum tentu akan kutemukan lagi nanti. Ini hanya sebuah proses untuk menemukan. Hanya sebuah proses.


Selasa, 04 Oktober 2011

filosofi kopi (DEE)

‘ Sebuah hubungan yang dibiarkan tumbuh tanpa keteraturan akan menjadi hantu yang tidak menjejak bumi, dan alasan cinta yang tadinya diagungkan bisa berubah menjadi utang moral, investasi waktu, perasaan, serta perdagangan kalkulatif antara dua pihak.
Cinta butuh dipelihara. Bahwa di dalam di dalam sepak-terjang-nya yang serba mengejutkan, cinta ternyata masih butuh mekanisme agar mampu bertahan.
Cinta jangan selalu ditempatkan sebagai iming-iming besar, atau seperti ranjau yang tahu-tahu meledakkanmu-entah kapan dan kenapa. Cinta yang sudah dipilih sebaiknya diikutkan di setiap langkah kaki, merekatkan jemari, dan berjalanlah kalian bergandengan.....karena cinta adalah mengalami.’






Senin, 03 Oktober 2011

filosofi secangkir kopi dan gadis perokok

manusia zaman ini, manusia berjiwa setengah-setengah. setengah modern setengah konservatif. luarnya saja yang terlihat modern, dalamnya tetap saja konservatif. dasar manusia pemamahbiak, korban peralihan zaman. berkata 'iya' bila yang lain berkata 'iya'. dasarnya rapuh. menjadi ahli teori basa-basi. menjadi pengumbar komentar nyinyir, pengumbar dosa. selalu menunjuk dan menunjuk, tak sadar keempat jarinya lebih banyak menunjuk pada dirinya.

ketika sang fajar mulai muncul dari peraduannya, masih, gadis itu masih terjaga di kursi ditemani lembaran-lembaran kertas fiksi tanpa inspirasi, secangkir kopi, dan sebatang rokok yang sudah hampir habis terbakar. hisap dan terus menghisap. mencari, merenungi, meraba, tapi tak pernah menemukan.
ruangan bearoma kopi dan kopi beraroma rokok. dihirupnya secangkir kopi dan dihisapnya sebatang rokok. surga dunia, tak ada yang bisa menandingi kenikmatannya. mencari, merenungi, meraba, tapi tak pernah menemukan.
setidaknya dia utuh. tak peduli apa yang terjadi nanti. dia tahu, dia sadar, dia peduli. sekali lagi, dia utuh. hidupnya seperti kopi dan rokok. hitam, tegas, murni, jujur. bukan melawan budaya, bukan pula menciptakan budaya. hanya secuil cara sederhana bagaimana menikmati hidupnya.

Minggu, 11 September 2011

"Ketika aku menginjakkan kaki di rumahNya, teringat padaNya itu sudah pasti. Tapi suara lonceng dan langkah kaki menuju altar itu selalu memaksaku untuk merindukan dan menemukanmu dalam pikiranku jauh di belakang sana. Pelan, diiringi nyanyian seriosa menyemarakkan langkahku, semakin dan semakin merindukan dirimu untuk melangkah di sampingku. Dekat dan semakin dekat, mengucapkan janji, mengikat diri di hadapanNya. Tahukah kamu ? Setiap kita bertemu aku menabung rindu."

Selasa, 06 September 2011

terdampar dalam sebuah kesalahan
terjerumus, terperosok, dan larut bersama topeng-topeng itu
tenggelam dalam alunan kemunafikan dan kepura-puraan
memaksaku seperti bertingkah laksana robot
mendesakku tersenyum saat kepahitan datang
obrolan picisan pasar dan pikiran-pikiran konvensional menjadi idaman
haruskah aku larut di dalamnya ?
semakin ingin kupecahkan ruang sempit ini
kembali ke masa lalu
tak apa, aku memang manusia masa lalu
seorang pecundang yang tak pernah bisa menatap lurus ke depan
merindukan setiap cerita sederhana bersama dunia nyata
bukan mereka yang memperjuangkan teori fiksi belaka
tapi mereka yang menjejaliku sekelumit pelajaran hati
untukku hidupku
untuk kisah indah kami
tapi hidup tak pernah memberikan kesempatan indah untuk kedua kalinya
cukup sekian
dalam kerentanan ini, aku merindukan mereka
hingga akhirnya hujan turun.
negeri ini terlalu banyak pikiran konvensional, cerita picisan kelas pasar, sarjana nyinyir, dan topeng-topeng memuakkan.

Senin, 22 Agustus 2011

Senandung rindu sang burung


Jauh di sana sang burung berada
Menanti pasangannya kembali
Ketika semua bersatu dalam rindu yang sama
Semua berjalan dengan sangat tidak masuk akal
Semua berlalu dengan alasan yang sama
Kurasa langit sudah bosan memandangi saya terbang gelisah tidak jelas
Mungkin saya terlihat hidup segan mati tak mau
Ya beginilah dunia saya
Saya bosan merasakan perasaan yang sama
Entah kapan batu itu bisa pecah terbelah
Dan saya bisa tersenyum lega
Mungkin saya bodoh
Membuang-buang waktu saja
Jika saya pintar mungkin saya tidak akan sedekat ini
Saya bersyukur karena saya bodoh
Karena kebodohan saya, saya bisa dekat dengan sosok anda yang entah ada di mana.
Hey, saya merindukan anda, sayang.


Catatan kecil di malam hari,
17 oktober  2010







cantik


Cantik! Kata-kata itu sudah terlalu sering terlontar dari mulut orang-orang itu. Sudah terlalu sering aku mendengarnya. Saya sadar saya  dilahirkan menarik, setidaknya menarik dilihat orang. Sudah kewajiban semua wanita untuk tampil cantik. Oleh karena itu saya merawat tubuh. Saya ke salon, membiarkan orang-orang itu merawat tubuh saya dengan olesan-olesan lulur yang saya sendiri tak tahu pasti apa namanya, yang saya tahu ‘katanya’ mempunyai khasiat untuk membuat saya tampil cantik. Saya selalu memakai pakaian yangmembuat saya lebih menarik. Sehingga saya pun tampil percaya diri di depan orang karena saya yakin orang-orang itu akan tertarik melihat saya. Jadi wajar, kalau mereka mengatakan saya cantik.

Cantik! Kecantikan itu berasal dari hati. Semua perempuan dilahirkan cantik. Hanya masalah selera saja untuk mengatakan seberapa cantik. Percuma jika mempercantik diri tanpa mempercantik hati. Seharusnya mempercantik hati terlebih dahulu baru mempercantik diri. Kata keluarga dan teman-teman saya, saya itu cantik. Saya gadis yang baik. Banyak teman laki-laki yang ingin mengenal saya lebih dekat. Mereka ingin menjadi pacar saya. Mereka bilang saya ini cantik, menarik, anggun, feminin, lemah lembut.  Ah, menjemukan bagi saya, mereka dekat dengan saya karena tampilan luar saya, bukan hati saya.

Cantik! Saya tak peduli dengan kata-kata itu. Terserah orang menilai saya seperti apa, cantik atau tidak. Kata ibu saya sih, saya itu cantik, karena saya anak perempuannya. Menurut saya setiap perempuan mempunyai sisi kecantikan masing-masing. Hanya dia mau menampilkannya atau tidak, atau seberapa pandai dia menampilkan kecantikannya di depan orang. Ah, tapi saya tak peduli dengan itu semua. Yang penting saya nyaman dengan apa yang saya pakai, itu saja, tak peduli menarik atau tidak dilihat orang. Kaos oblong dan jeans kumal itu yang nyaman untuk saya kenakan, ya sudah saya pakai saja. Bodoh amat dengan omongan orang.

Cantik! Semua perempuan itu cantik. Tapi butuh modal juga untuk tampil cantik. Gadis desa seperti saya ya hanya bisa tampil seperti ini. Tak mampu menyamai gadis-gadis kota yang selalu tampil bersih, wangi, mengenakan pakaian bagus yang tentu saja mahal harganya. Saya tak mampu membeli itu semua. Saya tak mampu tampil cantik seperti mereka. Saya hanya punya satu pakaian bagus yang dikenakan hanya saat menghadiri acara resmi saja. Itu pun sudah kusut, hanya terlihat bersih karena jarang dipakai. Saya tak pernah ke salon untuk luluran, spa, lalu perawatan mahal lainnya. Saya ke salon hanya untuk potong rambut, itu pun tarifnya hanya lima-ribuan. Semua perempuan selalu ingin tampil cantik. Dan begitulah cara saya tampil cantik.

Cantik! Sebagai gadis remaja, saya selalu ingin tampil menarik di depan orang, di depan teman-teman saya, terlebih di depan teman laki-laki saya. Biarkan mereka melihat kecantikan saya, sehingga mereka tertarik pada saya,dan mereka memuji saya. Saya harus up to date dengan hal-hal baru yang ada, nggak mau ketinggalan info dong. Potongan rambut belah tengah, gigi yang dibehel meskipun sebenarnya gigi saya sudah cukup rapi, mengenakan pakaian tren terbaru masa kini, handphone canggih dan mahal yang sedang digemari anak-anak muda seumuran, aksesoris ini itu yang kadang juga membuat saya risi memakainya, tapi semua itu membuat saya (terlihat)  tampil cantik dan percaya diri di luar sana.

Cantik! “ Ya saya nggak jelek-jelek amat kok.” Begitu perkataan saya saat becermin di depan kaca besar itu. Tinggi semampai, rambut panjang, wajah natural dengan kulit sawo matang, lesung pipit di kedua pipi saya, tidak terlalu gemuk, tidak juga terlalu kurus, ya ideal. “ saya cukup menarik kok.” Kata saya. Tapi untuk perempuan berusia 20 tahun seperti saya dan belum pernah mempunyai kekasih, apakah benar saya itu menarik ? saya terdiam. Sudah banyak juga pria yang saya tolak cintanya, itu artinya saya menarik bagi mereka, tapi kenapa pria yang saya sukai tidak melirik saya. Apakah saya kurang menarik ?