Sabtu, 08 Desember 2012

overdosis


Kepribadian yang dibiarkan tumbuh dengan tidak sempurna, terabaikan, dan dibiarkan seorang diri, menyebabkan efek berkelanjutan. Terlalu tidak sempurna. Bukan buruk, hanya terlalu tidak sempurna. Sebuah ikatan yang dibiarkan seorang diri, tanpa perawatan, tanpa penjagaan, lama-lama lapuk juga, lama-lama putus juga. Meskipun lumut dan rumput-rumput liar itu telah tumbuh di atasnya, setidaknya berusaha menyelimutinya, lapuk tetap saja lapuk, putus tetap saja putus, membiarkan lumut dan rumput-rumput liar itu tumbuh seorang diri. Tak usah berlebihan. Ini hanya media tentang persepsi yang harusnya saling mengerti. Mencoba mempertahankan ekosistem perasaan yang hampir tenggelam tertelan hujan lalu larut , lagi-lagi menjadi ketidaksempurnaan. Bukan buruk, hanya terlalu tidak sempurna. Ketika persepsi yang harusnya saling mengerti terlalu kalah dengan ego independensi, dan mereka menyebutnya drama romantis overdosis. Harusnya saling melengkapi, bukan mencari target substitusi. Tidak apalah, semua makhluk berhak berjalan sendiri. Mampu tidak mampu setidaknya begitu.
Setidaknya begitu lebih baik. Mencoba mengikat ulang ikatan yang sudah terlalu lapuk. Semakin dipaksakan, semakin menyakitkan. Aku hanya ingin ditemani. Aku sedang tidak ingin mendengarkan lontaran pernyataan, apalagi pertanyaan. Meskipun keheningan yang terlalu lama membuatku semakin membeku. Tak apalah, setidaknya temani aku minum kopi malam ini, begitu lebih baik. Jika punya tenaga luar biasa, aku akan menciptakan waktu, memberi, mencuri, meminjam, dan kutebus dengan seluruh hidupku, hanya untuk kita berdua. Menghapus rasa cemburu masa lalu. Menghapus tabungan kenangan yang selalu mengganggu pikiranmu. Percaya atau tidak, persepsimu terlalu berlebihan. 

Senin, 03 September 2012

NOSTALGIA


Aku suka lampu jalanan di malam hari. Aku suka cahaya lampu kuning di ruang itu. Aku suka ketika wajah kita terlihat cerah di bawah cahaya remang malam hari, berjalan menembus dinginnya malam, sebuah perjalanan mencari kesenangan dan akhirnya harus diakhiri oleh larutnya malam. Kurasakan surga di setiap malam kita menembus dinginnya angin jalanan. Jika surga hanya sebatas pelukan dan dekapan hangat darimu kurasa manusia tak perlu jungkir-balik beribadah untuk mendapatkannya.
Berada dalam situasi seperti ini bukanlah pilihan. Ini sajian yang tidak mungkin dipilih ataupun ditolak. Semua  hadir dan berjalan begitu saja. Munafik jika aku pergi begitu saja. Untuk meninggalkannya saja sangat sulit. Jika segampang pergi ke toilet lalu pergi begitu saja tanpa merasa berdosa, akan kulakukan itu sekarang juga. Jika aku tidak pergi mau sampai kapan aku di sini, di petak ini, hidupku semakin hari semakin tumbuh ke atas dan semakin mengakar ke bawah tapi tak berkembang ke samping, hanya bisa melihat keberhasilan dan kegagalan di luar sana tanpa bisa menyentuhnya. Asal kamu tahu, aku hanya merasa nyaman. Nyaman, ya hanya itu saja. Tidak lebih dan tidak kurang.
Kesedihanmu selalu berakhir di ranjang dan akhirnya tertidur dan berharap duniamu berubah lebih baik ketika kamu terbangun. Selalu begitu. Tak ada tindakan karena kamu tak tahu apa yang harus dilakukan. Hanya diam dan membiarkan diam mu itu bekerja mencari jalan keluar. Ada dunia di sekitarmu. Ada aku di sampingmu, tapi kamu tak pernah ingin memecah keheninganmu. Kamu selalu mendamba untuk sendiri. Ya sudah. 
Jika aku boleh jujur, kamu adalah orang paling tulus yang selalu menemaniku sepanjang waktu. Setelah orang tua ku tentunya. Jadi layak lah jika kubalas semua itu dengan hal serupa. Kita sama-sama tahu, kita sama-sama nyaman, seringkali kita saling mengusir satu sama lain untuk pergi dari zona nyaman ini agar kita mendapatkan yang lebih atau yang kurang, namun akhirnya juga tidak ada di antara kita yang pergi. Nyaman dengan sapaan hangat di pagi hari, segala perhatian yang terlontar begitu saja, dan segala imajinasi gila yang entahlah apa maksudnya. Yang aku harap semoga semua itu bukan fiksi, bukan sekedar ketikan di layar ponsel, bukan sekedar pembicaraan hambar karena sudah tak ada obrolan lagi, tapi karena kamu memang orang paling tulus yang selalu menemaniku sepanjang waktu. Setelah orang tuaku tentunya. Asal kamu tahu, aku hanya merasa nyaman. Nyaman, ya hanya itu saja. Tidak lebih dan tidak kurang. Apa yang terjadi selanjutnya biar Tuhan saja yang menyimpulkan.

Selasa, 12 Juni 2012

MELANKOLIA



Si  jalang kecil di pagi hari membangunkan dan mencoba menyeretku pada sisa air mata semalam. Dan lagi-lagi aku kalah, aku payah dan aku tak lebih dari seonggok daging dengan mesin penghasil air mata di dalamnya.
Si  jalang kecil tersenyum dan tertawa. Tugasku tak lebih dari menangisi yang tak abadi. Tugasku tak lebih dari menyesali parodi di pagi hari. Sampai akhirnya mati dan tertidur lagi. Tak bisa menikmati matahari terbenam bersama lagi. Tak bisa merasakan hujan yang sama. Tak bisa memijakkan kaki di tanah yang sama. Tak bisa menebus janji dan impian lama. Dengan dia yang tak abadi. Dan setiap bunyi ‘shutter’ yang dulu kudengar kini menjadi simpanan manis di dalam sana. Si jalang kecil menyuruhku bangun, keluar, dan menjadi lebih dari sekedar seonggok daging bernyawa. Menulis kisah baru. Membangun kembali kisah-kisah yang tak akan pernah abadi lainnya.

Kamis, 26 April 2012

ketika aku kecil merengek meminta mainan baru tetapi tidak dibelikan, dan akhirnya aku menangis dan lari kepada kakekku. beliau selalu bilang sudah jangan menangis, nanti kita beli. dan akhirnya aku tersenyum kembali. kata ibuku itu mendidikku menjadi anak manja nantinya. tapi kakekku selalu bilang, "biar saja, kita lihat saja mau dia apakan mainan itu, biarkan dia berkembang dengan apa yang dia suka." 

Minggu, 26 Februari 2012

waktu hidupku tak selamanya hanya untuk datang dan duduk di ruang 3 x 3 itu. mendengarkan, menulis, membaca teori fiksi yang setengah mati untuk aku pahami. sukses hidupku tak selamanya hanya saat mendapatkan huruf A itu hanya kepuasan sesaat. hidupku tak sesempit ruang itu. kubuka jendela, buka mata, dan melihat kehidupan sebenarnya ada di luar sana. dalam hati ada yang berkata," sampai kapan kamu sembunyi di balik ketiak orang tuamu, nak?" ada waktunya aku untuk tetap berada di situ, ada waktunya juga aku untuk keluar dan menjadi manusia sesungguhnya.