Aku suka lampu jalanan di malam
hari. Aku suka cahaya lampu kuning di ruang itu. Aku suka ketika wajah kita
terlihat cerah di bawah cahaya remang malam hari, berjalan menembus dinginnya
malam, sebuah perjalanan mencari kesenangan dan akhirnya harus diakhiri oleh
larutnya malam. Kurasakan surga di setiap malam kita menembus dinginnya angin
jalanan. Jika surga hanya sebatas pelukan dan dekapan hangat darimu kurasa
manusia tak perlu jungkir-balik beribadah untuk mendapatkannya.
Berada dalam situasi seperti ini
bukanlah pilihan. Ini sajian yang tidak mungkin dipilih ataupun ditolak.
Semua hadir dan berjalan begitu saja.
Munafik jika aku pergi begitu saja. Untuk meninggalkannya saja sangat sulit.
Jika segampang pergi ke toilet lalu pergi begitu saja tanpa merasa berdosa,
akan kulakukan itu sekarang juga. Jika aku tidak pergi mau sampai kapan aku di
sini, di petak ini, hidupku semakin hari semakin tumbuh ke atas dan semakin
mengakar ke bawah tapi tak berkembang ke samping, hanya bisa melihat
keberhasilan dan kegagalan di luar sana tanpa bisa menyentuhnya. Asal kamu
tahu, aku hanya merasa nyaman. Nyaman, ya hanya itu saja. Tidak lebih dan tidak
kurang.
Kesedihanmu selalu berakhir di
ranjang dan akhirnya tertidur dan berharap duniamu berubah lebih baik ketika
kamu terbangun. Selalu begitu. Tak ada tindakan karena kamu tak tahu apa yang
harus dilakukan. Hanya diam dan membiarkan diam mu itu bekerja mencari jalan
keluar. Ada dunia di sekitarmu. Ada aku di sampingmu, tapi kamu tak pernah
ingin memecah keheninganmu. Kamu selalu mendamba untuk sendiri. Ya sudah.
Jika aku boleh jujur, kamu adalah
orang paling tulus yang selalu menemaniku sepanjang waktu. Setelah orang tua ku
tentunya. Jadi layak lah jika kubalas semua itu dengan hal serupa. Kita
sama-sama tahu, kita sama-sama nyaman, seringkali kita saling mengusir satu
sama lain untuk pergi dari zona nyaman ini agar kita mendapatkan yang lebih
atau yang kurang, namun akhirnya juga tidak ada di antara kita yang pergi.
Nyaman dengan sapaan hangat di pagi hari, segala perhatian yang terlontar
begitu saja, dan segala imajinasi gila yang entahlah apa maksudnya. Yang aku
harap semoga semua itu bukan fiksi, bukan sekedar ketikan di layar ponsel,
bukan sekedar pembicaraan hambar karena sudah tak ada obrolan lagi, tapi karena
kamu memang orang paling tulus yang selalu menemaniku sepanjang waktu. Setelah
orang tuaku tentunya. Asal kamu tahu, aku hanya merasa nyaman. Nyaman, ya hanya
itu saja. Tidak lebih dan tidak kurang. Apa yang terjadi selanjutnya biar Tuhan
saja yang menyimpulkan.