Rabu, 30 Januari 2013

demotivasi mariyem

kadang keadaan selalu berkebalikan dengan apa yang diinginkan. namun apa yang dirasa, jika tak satu pun yang diinginkan itu terjadi di kenyataan. tak satu pun. masih harus pasang tampang bahagia seolah tidak ada apa-apa? masih harus pura-pura tersenyum sabar di depan semua orang? masih harus melulu berkata pada diri sendiri bahwa semua akan indah pada waktunya? masih harus menghibur diri bahwa semua akan ada jalan keluarnya? masih? harus? tidak adakah alasan yang lebih realistis yang bisa aku dengar selain kata-kata tersebut. 
"sepahit-pahitnya kopi pasti ada setitik rasa manis yang akan kamu rasakan, namun kadang orang yang meminumnya tak sadar akan rasa manis itu. mereka terlanjur fokus pada rasa yang mendominasi." seorang lelaki 25 tahun itu berkata kepada mariyem. 
aku masih ingat betul bau lelaki itu. baunya masih tertinggal di tempat tidur. aku masih ingat betul bagaimana rasa ketika mengusap jenggotnya yang tebal. aku masih ingat betul ketika dia mengusap air mataku di siang itu. tak banyak bicara, dia memelukku, membelai rambutku, berusaha menghilangkan segala gelisah yang menusuk-nusuk kepalaku. meringankan beban di pundakku. dan aku masih ingat betul bagaimana perasaanku sejak saat itu bahwa aku tak akan pernah ingin jauh dari lelaki itu. tak akan pernah.
"hubungan cinta laki-laki dan perempuan itu kuncinya hanya pintar-pintarnya menata hati." seorang gadis 20 tahun itu berkata kepada mariyem.
sampai sekarang perasaanku masih sama. aku tak pernah ingin jauh dari laki-laki itu. inilah kewajiban moral yang harus ditanggung oleh sepasang kekasih yang sudah sepakat mengikatkan diri. apapun situasinya, dimanapun mereka berada, bersama siapapun. tidak ada alasan normatif yang mengharuskan seorang laki-laki tidak boleh melakukan makan malam bersama teman perempuannya, padahal kekasihnya sedang tidak ada di dekatnya dan dipastikan kekasihnya tidak akan melihat apa yang dia lakukan. tidak ada alasan normatif yang mengatur hal itu. ini hanya masalah kewajiban moral. dan ketika aku berada jauh dari lelaki itu, aku ragu apakah dia masih bisa mengemban kewajibannya, aku ragu apakah aku masih bisa mengemban kewajibanku. pikiran-pikiran negatif yang dikalkulasikan mungkin bisa memecahkan kepalaku karena terus menerus dipikirkan, karena sejujurnya takut merasa sakit dan kehilangan. pemikiran-pemikiran konyol yang membuatku terlihat tolol. pintar-pintarnya saja menata hati. 
"pelajaran yang paling sulit dilalui manusia itu adalah pelajaran bagaimana menempatkan diri. tidak semua orang bisa menempatkan diri sesuai posisinya, dan tidak semua orang bisa memahami orang yang ditempatkan di sisinya." seorang pria 30 tahunan berkata kepada mariyem.
aku sudah sangat muak dengan pencitraan. aku lebih memilih dinilai sebagai sampah daripada harus berpura-pura terlihat istimewa. apalagi hanya demi sebuah penilaian fiksi. mereka menilaiku buruk. biar saja. bagiku mereka tak pintar menilai orang. tak ada alasan obyektif yang membuatku harus merasa kalah. makin sering saja mereka berkomentar tentang kelebihanku yang kurang. biar saja. mereka hanya terlalu peduli. nanti juga sadar sendiri. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar